Sabtu, 15 Juni 2013

EVALUASI KURIKULUM




Pengertian evaluasi menurut joint committee, ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek.

Chelimsky mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. [1]

Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.

Sedangkan  pengertian kurikulum Menurut Grayson, kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.[2]

Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan.



A.  Evaluasi dan Kurikulum

Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.[3]

Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secara tegas, hal itu disebabkan beberapa faktor:

a.    Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah.

b.    Objek evaluasi kurikulum adalah suatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan.

c.    Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.[4]

Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada yang menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Yang memandang ada hubungan, hubungan tersebut merupakan hubungan sebab-akibat.[5]

Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.[6]

Komponen-komponen yang dievaluasi juga sangat luas. Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum, kemampuan dan unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas dan sumber-sumber balajar, dan lain-lain.[7]

Luas/sempitnya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Dan evaluasi kurikulum juga bervariasi bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi.[8]




B.  Konsep Kurikulum

Kurikulum merupakan daerah studi intelek yang cukup luas. Banyak teori tentang kurikulum. Beberapa teori menekankan pada rencana, yang lain pada inovasi, pada dasar-dasar filosofis, dan pada konsep-konsep yang diambil dari ilmu perilaku manusia. Ini menunjukkan betapa luasnya teori-teori tentang kurikulum. Secara sederhana teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori-teori yang lebih menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi kurikulum.[9]

1.    Penekanan kepada isi kurikulum.

Strategi pengembangan yang menekankan isi, merupakan yang Paling lama dan banyak dipakai, tetapi juga terus mendapat penyempurnaan/pembaharuan. Pengembangan kurikulum yang menekankan isi bersifat material centered. Kurikulum ini memandang murid sebagai penerima resep yang pasif.

Secara teoritis kurikulum yang menekankan isi dapat diukur, mempunyai tujuan yang apabila telah ditransfer pada anak dapat dikuasai oleh anak.[10]

2.    Penekanan pada situasi pendidikan.

Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah dimana (where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan disesuaikan dengan lingkungannya. Tujuannya adalah menghasilkan kurikulum yang benar-benar merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum ini bertujuan mencari kesesuaian antara kurikulum dengan situasi dimana pendidikan berlangsung.[11]

3.    Penekanan pada organisasi.

Tipe kurikulum ini sangat menekankan pada proses belajar-mengajar. Perbedaan yang sangat jelas antara kurikulum yang menekankan organisasi dengan yang menekankan isi dan situasi, adalah memberikan perhatian yang sangat besar kepada siswa. Sehingga siswa mempunyai kesempatan, dan didorong untuk berinovasi serta menyatakan kreatifitasnya.

Kurikulum yang menekankan pada orgaisasi menolak pendapat bahwa penguasaan pengetahuan merupakan alat untuk mencapai tujuan.[12]



C.  Implementasi dan Evaluasi Kurikulum

Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan peranan besar pada analisis pengetahuan baru yang ada, konsep penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep organisasi memberi perhatian besar pada struktur belajar.[13]

Pengembangan kurikulum yang menekankan isi membutuhkan waktu mempersiapkan situasi belajar dan menyatukannya dengan tujuan pengajaran yang cukup lama. Kurikulum yang menekankan pada situasi waktu untuk mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan kurikulum yang menekankan pada organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan kurikulum yang menekankan pada isi.[14]

 Kurikulum yang menekankan organisasi, strategi penyebarannya sangat mengutamakan latihan guru. Model evaluasi erat kaitannya dengan teori kurikulum, perbedaan konsep dan strategi pengembangan serta penyebaran kurikulumnya juga menimbulkan perbedaan dalam rancangan evaluasi. Model evaluasi yang bersifat komparatif atau yang menekankan pada objek sangat sesuai bagi kurikulum yang bersifat rasional dan menekankan isi. Dalam  kurikulum menekankan situasi sukar disusun evaluasi yang bersifat komparatif karena konteksnya bukan terhadap guru atau satu tujuan tetapi terdapat banyak tujuan.[15]

Pada kurikulum yang menekankan organisasi, tugas evaluasi lebih sulit lagi, karena isi dan hasil kurikulum bukan hal yang utama, yang utama adalah aktivitas dan kemampuan siswa. Salah satu pemecahan bagi masalah ini adalah dengan pendekatan yang bersifat elektrik seperti dalam proyek kurikulum humanistik dan care ( center for applied research in education ) dalam proyek itu dicari perbandingan materi antara proyek yang menggunakan guru yang terlatih dengan yang tidak terlatih ,dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek dengan cara mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek.[16]

Teori kurikulum dan teori evaluasi. Model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan konsep kurikulum yang digunakan seperti, model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh kurikulum yang menekankan isi.[17]

Macam-macam model evaluasi yang dipergunakan bertumpu pada aspek -aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkah-tingkah laku individu, evaluasi yang menekankan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum, model ( pendekatan ) antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah-tingkah laku dalam suatu lembaga sosial, dengan demikian sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum.[18]



D.  Peranan Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial mempunyai asal-usul, sejarah struktur serta interest sendiri. Beberapa karakteristik dari proyek-proyek kurikulum yang telah dikembangkan pada saat ini adalah :

1.    Lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada.

2.    Lebih berskala nasional daripada local.

3.    Di biayai oleh grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap.

4.    Lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada kebiasaan lama yang berupa penelitian sosial.

Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan 3 hal yaitu :

1. Evaluasi sebagai moral judgement. Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai, hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung 2 pengertian yaitu :

a. Evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai

b. Evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria suatu hasil dapat dinilai

2. Evaluasi dan penentuan keputusan. Pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum bergantung pada : guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembangan kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya tiap individu diatas membuat keputusan sesuai dengan posisinya. Jadi, Tiap pengambil keputusan dalam proses evaluasi memegang posisi nilai yang berbeda, yaitu sesuai dengan posisinya.

3. Evaluasi dan konsesus nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang ikut terlibat dalam kegiatan penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri dari : orang tua, murid, guru, pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek dan sebagainya. Dan kesatuan penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu consensus.

secara historis konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi tes mental serta eksperimen.[19]

 

E.  Model-model Evaluasi Kurikulum

Perkembangan evaluasi kurikulum yaitu evaluasi kurikulum sebagai fenomena sejarah, suatu elemen dalam proses sosial dihubungkan dengan perkembangan pendidikan.

1.    Evaluasi Model Penelitian

Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen lapangan.

Tes psikologis pada umumnya mempunyai 2 bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.

Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai tahun 1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Model eksperimen dalam botani pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih, sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas serta sistem sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya.

Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam ekperimen tersebut :

a.     Kesulitan administrasi, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.

b.    Masalah teknis dan logis yaitu kesulitan menciptakan suasana kelas yang sama ketika kelompok-kelompok diuji

c.    Sukar untuk mencampurkan guru-guru mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok control sebab pengaruh guru-guru tersebut sukar dikontrol.

d.   Adanya keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan

2.    Evaluasi Model Objektif

Evaluasi model objektif ( model tujuan ) berasal dari amerika serikat, perbedaan model objektif ada dalam dua hal :

a.    Dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum.

b.    Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif ( tujan khusus ).

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif :

a.    Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum.

b.    Merumuskan tujuan-tujuan dalam perbuatan siswa.

c.    Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut.

d.   Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.

Dasar-dasar teori tylor dan bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan sistem intruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (individually prescribed instruction). Suatu program yang dikembangkan oleh learning research and development centre universitas pittsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum yang memiliki 7 unsur :

a.    Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah- daerah tingkat-tingkat dan unit-unit.

b.     Suatu prosedur program testing.

c.    Pedoman prosedur penulisan.

d.    Materi dan alat pengajaran.

e.    Kegiatan guru dalam kelas.

f.     Kegiatan murid dalam kelas.

g.    Prosedur pengelolaan kelas.

3.    Model Campuran Multivariasi.

Evaluasi model perbandingan (comparative approach) dan model tylor dan bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut. Metode-metode tersebut masuk ke bidang kurikulum setelah computer dan program paket berkembang yaitu tahun 1960. Program paket berisi program statistik yang sederhana yang tidak membutuhkan pengetahuan computer untuk menggunakannya. Dengan berkembangnya penggunaan computer memungkinkan studi lapangan tidak di hambat oleh kesalahan dan kelambatan. Semua masalah pegolahan statistik dapat dikerjakan dengan computer.

Langkah- langkah model multivariasi tersebut adalah:

a.    Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti.

b.    Pelaksanaan program.

c.    Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsur dapat disiapkan tes tambahan.

d.   Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer.

e.    Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dan beberapa variabel yang berbeda.[20]

Beberapa kesulitan dihadapi dalam model campuran multivariasi ini adalah :

a.    Diharapkan memberi tes statistik yang signifikan (model kurikulum ini lebih sesuai bagi evaluasi skala besar.

b.    Terlalu banyak variabel yang perlu dihitung pada suatu saat kemampuan computer hanya sampai 40 variabel
Meskipun model multivariasi telah mengurangi masalah control berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah perbandingan.[21]




KESIMPULAN
Evaluasi kurikulum memegang perenan penting baik dalam penetuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pemegang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebjaksanaan pengembangan system pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. 





[2] Ibid,


[3] Agus Salim, Pengembangan Kurikulum (teori dan aplikasi), hlm. 166.


[4] Ibid.


[5] Ibid.


[6] Ibid. Hlm. 167


[7] Ibid.


[8] Ibid.




[9] Ibid. Hlm. 168




[10] Ibid. Hlm. 169




[11] Ibid.




[12] Ibid. Hlm. 170




[13] Ibid. Hlm. 171




[14] Ibid.





[16] Ibid.


[17] Op.cit, hlm. 172


[18] Ibid.


[19] Ibid. Hlm. 173


[20] Ibid. Hlm 179


Read More..

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes