Pengertian evaluasi menurut joint
committee, ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang
manfaat atau guna beberapa obyek.
Chelimsky mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode
penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan
efektifitas suatu program. [1]
Dari definisi evaluasi di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah
yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu
program.
Sedangkan pengertian
kurikulum Menurut Grayson, kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan
keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi,
sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi
pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar
sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah
ditetapkan dapat tercapai.[2]
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan
bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang
manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan.
A. Evaluasi dan Kurikulum
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan
kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam
kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang
kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan
menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model
kurikulum yang digunakan.[3]
Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secara tegas, hal itu disebabkan
beberapa faktor:
a.
Evaluasi kurikulum berkenaan
dengan fenomena-fenomena yang terus berubah.
b.
Objek evaluasi kurikulum adalah
suatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan.
c.
Evaluasi kurikulum merupakan
suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.[4]
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada
pihak yang berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada yang
menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Yang memandang ada
hubungan, hubungan tersebut merupakan hubungan sebab-akibat.[5]
Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus untuk
mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan.[6]
Komponen-komponen yang dievaluasi juga sangat luas. Program evaluasi
kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses
pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum, kemampuan dan
unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas dan
sumber-sumber balajar, dan lain-lain.[7]
Luas/sempitnya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh
tujuannya. Dan evaluasi kurikulum juga bervariasi bergantung pada
dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi.[8]
B. Konsep Kurikulum
Kurikulum
merupakan daerah studi intelek yang cukup luas. Banyak teori tentang kurikulum.
Beberapa teori menekankan pada rencana, yang lain pada inovasi, pada
dasar-dasar filosofis, dan pada konsep-konsep yang diambil dari ilmu perilaku
manusia. Ini menunjukkan betapa luasnya teori-teori tentang kurikulum. Secara
sederhana teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori-teori yang lebih
menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi
kurikulum.[9]
1.
Penekanan kepada isi kurikulum.
Strategi
pengembangan yang menekankan isi, merupakan yang Paling lama dan banyak
dipakai, tetapi juga terus mendapat penyempurnaan/pembaharuan. Pengembangan
kurikulum yang menekankan isi bersifat material centered. Kurikulum ini
memandang murid sebagai penerima resep yang pasif.
Secara
teoritis kurikulum yang menekankan isi dapat diukur, mempunyai tujuan yang
apabila telah ditransfer pada anak dapat dikuasai oleh anak.[10]
2.
Penekanan pada situasi pendidikan.
Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah dimana
(where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan disesuaikan dengan
lingkungannya. Tujuannya adalah menghasilkan kurikulum yang benar-benar
merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum ini bertujuan mencari
kesesuaian antara kurikulum dengan situasi dimana pendidikan berlangsung.[11]
3.
Penekanan pada organisasi.
Tipe
kurikulum ini sangat menekankan pada proses belajar-mengajar. Perbedaan yang
sangat jelas antara kurikulum yang menekankan organisasi dengan yang menekankan
isi dan situasi, adalah memberikan perhatian yang sangat besar kepada siswa.
Sehingga siswa mempunyai kesempatan, dan didorong untuk berinovasi serta
menyatakan kreatifitasnya.
Kurikulum
yang menekankan pada orgaisasi menolak pendapat bahwa penguasaan pengetahuan
merupakan alat untuk mencapai tujuan.[12]
C. Implementasi dan
Evaluasi Kurikulum
Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan
peranan besar pada analisis pengetahuan baru yang ada, konsep penilaian secara
rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep organisasi memberi perhatian besar
pada struktur belajar.[13]
Pengembangan kurikulum yang menekankan isi membutuhkan
waktu mempersiapkan situasi belajar dan menyatukannya dengan tujuan pengajaran
yang cukup lama. Kurikulum yang menekankan pada situasi waktu untuk
mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan kurikulum yang menekankan pada
organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan kurikulum yang menekankan pada
isi.[14]
Kurikulum yang
menekankan organisasi, strategi penyebarannya sangat mengutamakan latihan guru.
Model evaluasi erat kaitannya dengan teori kurikulum, perbedaan konsep dan
strategi pengembangan serta penyebaran kurikulumnya juga menimbulkan perbedaan
dalam rancangan evaluasi. Model evaluasi yang bersifat komparatif atau yang
menekankan pada objek sangat sesuai bagi kurikulum yang bersifat rasional dan
menekankan isi. Dalam kurikulum
menekankan situasi sukar disusun evaluasi yang bersifat komparatif karena
konteksnya bukan terhadap guru atau satu tujuan tetapi terdapat banyak tujuan.[15]
Pada kurikulum yang menekankan organisasi, tugas evaluasi lebih
sulit lagi, karena isi dan hasil kurikulum bukan hal yang utama, yang utama
adalah aktivitas dan kemampuan siswa. Salah satu pemecahan bagi masalah ini
adalah dengan pendekatan yang bersifat elektrik seperti dalam proyek kurikulum
humanistik dan care ( center for applied research in education ) dalam
proyek itu dicari perbandingan materi antara proyek yang menggunakan guru yang
terlatih dengan yang tidak terlatih ,dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh
umum dari proyek dengan cara mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus dari
sekolah-sekolah proyek.[16]
Teori kurikulum dan
teori evaluasi. Model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan
konsep kurikulum yang digunakan seperti, model pengembangan dan penyebaran
dihasilkan oleh kurikulum yang menekankan isi.[17]
Macam-macam model
evaluasi yang dipergunakan bertumpu pada aspek -aspek tertentu yang
diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model
evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkah-tingkah laku
individu, evaluasi yang menekankan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan
ajar atau isi kurikulum, model ( pendekatan ) antropologis dalam evaluasi
ditujukan untuk mengevaluasi tingkah-tingkah laku dalam suatu lembaga sosial,
dengan demikian sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara evaluasi
dengan kurikulum.[18]
D. Peranan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial
dan sebagai institusi sosial mempunyai asal-usul, sejarah struktur serta interest sendiri. Beberapa
karakteristik dari proyek-proyek kurikulum yang telah dikembangkan pada saat
ini adalah :
1.
Lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan
kurikulum yang ada.
2.
Lebih berskala nasional daripada local.
3.
Di biayai oleh grant dari luar yang
berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap.
4.
Lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan
penelitian yang bersifat psikometris daripada
kebiasaan lama yang berupa penelitian sosial.
Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum
khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan 3 hal yaitu :
1.
Evaluasi sebagai moral judgement.
Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai, hasil dari suatu evaluasi
berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini
mengandung 2 pengertian yaitu :
a.
Evaluasi berisi suatu
skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat
dinilai
b.
Evaluasi berisi suatu
perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria suatu hasil dapat
dinilai
2.
Evaluasi dan penentuan
keputusan. Pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum
bergantung pada : guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur,
pengembangan kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya tiap
individu diatas membuat keputusan sesuai dengan posisinya. Jadi, Tiap pengambil keputusan
dalam proses evaluasi memegang posisi nilai yang berbeda, yaitu sesuai dengan
posisinya.
3.
Evaluasi dan konsesus nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan
pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang
yang ikut terlibat dalam kegiatan penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam
evaluasi pendidikan dapat terdiri dari : orang tua, murid, guru, pengembang
kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek dan
sebagainya. Dan kesatuan penilaian
hanya dapat dicapai melalui suatu consensus.
secara historis konsensus nilai dalam evaluasi
kurikulum berasal dari tradisi tes mental serta eksperimen.[19]
E. Model-model
Evaluasi Kurikulum
Perkembangan
evaluasi kurikulum yaitu evaluasi kurikulum sebagai fenomena sejarah, suatu
elemen dalam proses sosial dihubungkan dengan perkembangan pendidikan.
1. Evaluasi Model Penelitian
Model
evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan
metode tes psikologis serta eksperimen lapangan.
Tes
psikologis pada umumnya mempunyai 2 bentuk, yaitu tes intelegensi yang
ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang
mengukur perilaku skolastik.
Eksperimen
lapangan dalam pendidikan, dimulai tahun 1930 dengan menggunakan metode yang
biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Model eksperimen dalam
botani pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan
benih, sedangkan kurikulum serta berbagai fasilitas serta sistem sekolah dapat
disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya.
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam ekperimen tersebut :
a.
Kesulitan administrasi,
sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.
b.
Masalah teknis dan logis yaitu kesulitan
menciptakan suasana kelas yang sama ketika kelompok-kelompok diuji
c.
Sukar untuk mencampurkan guru-guru mengajar
pada kelompok eksperimen dengan kelompok control sebab pengaruh guru-guru
tersebut sukar dikontrol.
d.
Adanya keterbatasan mengenai manipulasi
eksperimen yang dapat dilakukan
2. Evaluasi Model Objektif
Evaluasi model objektif
( model tujuan ) berasal dari amerika serikat, perbedaan model objektif ada
dalam dua hal :
a.
Dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian
yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum.
b.
Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum
lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif ( tujan khusus ).
Ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif :
a.
Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan
kurikulum.
b.
Merumuskan tujuan-tujuan dalam perbuatan siswa.
c.
Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan
tujuan tersebut.
d.
Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa
dengan hasil yang diinginkan.
Dasar-dasar teori tylor
dan bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum dan
mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan sistem intruksional.
Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (individually prescribed
instruction). Suatu program yang dikembangkan oleh learning research and
development centre universitas pittsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum
yang memiliki 7 unsur :
a.
Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam
daerah- daerah tingkat-tingkat dan unit-unit.
b.
Suatu prosedur program
testing.
c.
Pedoman prosedur penulisan.
d.
Materi dan alat
pengajaran.
e.
Kegiatan guru dalam kelas.
f.
Kegiatan murid dalam kelas.
g.
Prosedur pengelolaan kelas.
3.
Model Campuran
Multivariasi.
Evaluasi model
perbandingan (comparative approach) dan model tylor dan bloom melahirkan
evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan
unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut. Metode-metode tersebut masuk ke
bidang kurikulum setelah
computer dan program paket berkembang yaitu tahun 1960. Program paket berisi
program statistik yang sederhana yang tidak membutuhkan pengetahuan computer
untuk menggunakannya. Dengan berkembangnya penggunaan computer memungkinkan
studi lapangan tidak di hambat oleh kesalahan dan kelambatan. Semua masalah pegolahan
statistik dapat dikerjakan dengan computer.
Langkah- langkah model
multivariasi tersebut adalah:
a.
Mencari sekolah yang berminat untuk
dievaluasi/diteliti.
b.
Pelaksanaan program.
c.
Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi
semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsur
dapat disiapkan tes tambahan.
d.
Bila semua informasi yang diharapkan telah
terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer.
e.
Tipe analisis dapat juga digunakan untuk
mengukur pengaruh bersama dan beberapa variabel yang berbeda.[20]
Beberapa kesulitan
dihadapi dalam model campuran multivariasi ini adalah :
a. Diharapkan memberi tes
statistik yang signifikan (model kurikulum ini lebih sesuai bagi evaluasi skala
besar.
b. Terlalu banyak variabel
yang perlu dihitung pada suatu saat kemampuan computer hanya sampai 40 variabel
Meskipun model multivariasi telah mengurangi
masalah control berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi
masalah-masalah perbandingan.[21]
KESIMPULAN
Evaluasi kurikulum memegang perenan penting baik
dalam penetuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan
keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh
para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pemegang kurikulum
dalam memilih dan menetapkan kebjaksanaan pengembangan system pendidikan dan
pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum
juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana
pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih
bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian
serta fasilitas pendidikan lainnya.
[1] http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi
[2] Ibid,
[4]
Ibid.
[17]
Op.cit, hlm. 172